Karakteristik Ekologi Sumber Daya Alam
Secara
bahasa, ekologi berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu oikos dan logos yang
berarti rumah/habitat dan ilmu. Ernst Haeckel merupakan orang pertama yang
menggunakan istilah ekologi. Secara mendasar pengertian ekologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang interaksi makhluk hidup serta makhluk hidup dan
lingkungannya. Ekologi erat kaitannya dengan ekosistem. Ekologi dan ilmu
lingkungan merupakan disiplin ilmu terkait erat dan berhubungan dengan
prinsip-prinsip yang satu dengan yang lain dan hal ini merupakan sesuatu yang
penting untuk sepenuhnya memahami satu dengan yang lain. Perbedaan utama antara
ekologi dan ilmu lingkungan yaitu ilmu lingkungan merupakan bidang yang lebih
menyeluruh yang menggabungkan banyak unsur ilmu bumi dan kehidupan untuk
memahami berbagai proses alam Hubungan antara pengawetan ekosistem
dan perubahan demi pembangunan ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu
:
1. Kebutuhan
untuk memperhatikan kemampuan untuk membuat pilihan penggunaan sumber alam di
masa depan.
2.
Kenyataan
bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-daerah pertanian tradisional yang
telah terbukti berproduksi baik mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh
pengembalian modal yang lebih besar dibanding daerah yang baru.
3. Kenyataan bahwa penyelamatan masyarakat biotis
dan sumber alam yang khas merupakan langkah pertama yang logis dalam
pembangunan daerah baru, dengan alasan bahwa sumber alam tersebut tak dapat
digantikan dalam arti pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia, dan kontribusi
jangka panjang terhadap pemantapan dan produktivitas daerah (Dasmann, 1973)
Seperti pernyataan diatas, Sumber daya alam ini adalah
energi yang sifatnya tidak dapat digantikan. Proses penggantian ini membutuhkan
waktu yang sangat lama. Hampir setiap waktu sumber daya alam ini tidak dapat
terlepas dari kehidupan manusia. Beberapa sampel yang bisa kita lihat bahwa
sember daya alam ini tak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Untuk
menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi alam dan keberlanjutan
sumberdaya alam dalam cakupan wilayah yang lebih luas maka pendekatan
perencanaan SDA dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan dengan
mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan
keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan
konstelasi geo-politik wilayah.
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang
berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak
bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi,
kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa
manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber daya
alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya
keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia,
Brazil, Kongo, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan
alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di
kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang
ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar
setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini
seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.
Dengan
pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan atas sistem budidaya, teknologi pemungutan/ekstraksi
SDA dan pengolahan hasil harus benar-benar mempertimbangkan keberlanjutan
ekologi dari mulai tingkat ekosistem lokal sampai ekosistem regional yang lebih
luas. Dengan pendekatan ekosistem yang diperkaya dengan perspektif kultural
seperti ini tidak ada lagi “keharusan” untuk menerapkan satu sistem PSDA untuk
wilayah yang luas. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap ekosistem bisa jadi akan
membutuhkan sistem pengelolaan SDA yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
Keberhasilan kombinasi beberapa pendekatan seperti ini membutuhkan partisipasi
politik yang tinggi dari masyarakat adat dalam proses penataan ruang dan
penentuan kebijakan pengelolaan SDA di wilayah ekosistem. Semakin tinggi
partisipasi politik dari pihak-pihak berkepentingan akan menghasilkan rencana
tata ruang yang lebih akomodatif terhadap kepentingan bersama yang “intangible”
yang dinikmati bersama oleh banyak komunitas yang tersebar di seluruh wilayah
ekosistem tersebut, seperti jasa hidrologis.
Dalam konteks ini maka membangun kapasitas masyarakat adat
yang berdaulat (mandiri) harus diimbangi dengan jaringan kesaling-tergantungan
(interdependency) dan jaringan saling berhubungan (interkoneksi) antar
komunitas dan antar para pihak. Untuk bisa mengelola dinamika politik di antar
para pihak yang berbeda kepentingan seperti ini dibutuhkan tatanan organisasi
birokrasi dan politik yang partisipatif demokrasi (participatory democracy). Kondisi
seperti ini bisa diciptakan dengan pendekatan informal, misalnya dengan
membentuk “Dewan Konsultasi Multi-Pihak tentang Kebijakan Sumber Daya Alam
Wilayah/Daerah” atau “Forum Multi-Pihak Penataan Ruang Wilayah/Daerah” yang
berada di luar struktur pemerintahan tetapi secara politis dan hukum memiliki
posisi cukup kuat untuk melakukan intervensi kebijakan. Untuk wilayah/kabupaten
yang populasi masyarakat adatnya cukup banyak, maka wakil masyarakat adat dalam
lembaga seperti ini harus ada.
Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakuikan dengan cara mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya
kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik
sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan
hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan
ruang yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua)
komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas
tampung limbah (assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung
lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama
berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan
dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam
tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air,
penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan
3 (tiga) pendekatan, yaitu:
a)
Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
b)
Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
c)
Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai
dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang
harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan
kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau
defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil
penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana
tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi
berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus
memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan
ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah. Di
dalam Ketentuan Umum UU RI no 23 tahun 1997 Pasal 1 Ayat 6 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lain. Konsep tentang daya dukung sebenarnya berasal dari pengelolaan
hewan ternak dan satwa liar. Daya dukung itu menunjukkan kemampuan lingkungan
untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekorpersatuan luas
lahan.
Menurut UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pengertian (Konsep) dan
Ruang Lingkup Daya Dukung Lingkungan Menurut UU No. 23/ 1997, daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Menurut
Soemarwoto (2001), daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung
lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat
dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Menurut
Khanna (1999), daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen,
yaitu kapasitas penyediaan (supportive
capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative
capacity).
Ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
dasar, dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan
sosial tertentu disebut daya dukung lingkungan. Singkatnya,
daya dukung lingkungan ialah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
semua makhluk hidup. Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup
harusdilakukan dengan cara yang rasional antara lain sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sumber daya alam
yang dapat diperbaharui dengan hati-hati dan efisien, misalnya: air,
tanah, dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya
hasil metalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metoda menambang dan
memproses yang efisien, serta pendaur ulangan (recycling).
4.
Melaksanakan etika lingkungan
berdasarkan falsafah hidup secara damai dengan alam.
Sedangkan menurut
Lenzen (2003), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam
luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk
mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint).
Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan
luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas
aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai perbandingan antara lahan
tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying capacity atau daya dukung
lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang
kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya
dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan
kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami
suatu kawasan. Definisi Daya Dukung Lingkungan/Carrying Capacity yang lain adalah sebagai berikut:
a. Jumlah organisme atau spesies khusus
secara maksimum dan seimbang yang dapat didukung oleh suatu lingkungan
b. Jumlah penduduk maksimum yang dapat
didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut
c.
Jumlah makhluk hidup yang dapat bertahan
pada suatu lingkungan dalam periode jangka panjang tampa membahayakan
lingkungan tersebut
d. Jumlah populasi maksimum dari organisme
khusus yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan
tersebut
e. Rata-rata kepadatan suatu populasi atau
ukuran populasi dari suatu kelompok manusia dibawah angka yang diperkirakan
akan meningkat, dan diatas angka yang diperkirakan untuk menurun disebabkan
oleh kekurangan sumber daya. Kapasitas pembawa akan berbeda untuk tiap kelompok
manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal, disebabkan oleh jenis makanan,
tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-masing lingkungan tempat tinggal
tersebut.
Keterbatasan
Kemampuan
Manusia adalah makhluk
yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif untuk
memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di sekelilingnya melalui
indera yang dimilikinya, membuat persepsi terhadap apa-apa yang dilihat atau
dirabanya, serta berfikir untuk memutuskan aksi apa yang hendak dilakukan untuk
mengatasi keadaan yang dihadapinya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan
kognitif pada manusia meliputi tingkat intelejensi,kondisi fisik, serta
kecepatan sistem pemrosesan informasi pada manusia. Bila kecepatan sistem
pemrosesan informasi terganggu, maka akan berpengaruh pada reaksi manusia dalam
mengatasi berbagai kondisi yang dihadapi.
Keterbatasan kognitif
terjadi apabila terdapat masalah atau gangguan pada kemampuan kognitif. Masalah
yang dialami bisa terjadi sejak lahir, atau terjadi perubahan pada tubuh
manusia seperti terluka, terserang penyakit, mengalami kecelakaan yang dapat
menyebabkan kerusakan salah satu indera, fisik atau juga mental. Akibat dari
adanya keterbatasan kognitif ini, manusia menjadi tidak mampu untuk memproses
informasi dengan sempurna. Dengan ketidaksempurnaan ini maka manusia yang
memiliki keterbatasan kognitif mengalami masalah dalam meraba, mempelajari atau
berfikir untuk bereaksi terhadap keadaan yang dihadapinya.
Persepsi dalam arti
sempit melibatkan pengalaman kita tapi secara psikis pengertian itu tidaklah
tepat. Tetapi lebih tepatnya persepsi merupakan proses yang menggabungkan dan
mengorganisir data-data indera kita ( penginderaan) untuk dikembangkan
sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk
sadar dengan diri kita sendiri. Dan didalam mempersepsi keadaan sekitar maka
kita harus melibatkan indra kita maka akan lahir sebuah argumen yang berasal
dari informasi yang dikumpulkan dan diterima oleh alat reseptor sensorik kita
sehingga kita dapat menggabungkan atau mengelompokkan data yang telah kita
terima sebelumnya melalui pengalaman awal kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar